Skip to main content

PROFIL

Indonesia Locally Managed Marine Area (ILMMA) adalah organisasi nirlaba yang memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat untuk mengelola sumber daya laut mereka melalui Pengelolaan Lokal Kawasan Laut (PLKL). Di ILMMA, mendukung kepentingan dan aspirasi kelompok masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan adalah inti dari semua kegiatan kami. Selama lebih dari 20 tahun, kami memusatkan kegiatan kami di berbagai provinsi Indonesia timur seperti Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara sebagai bagian dari Jaringan LMMA Internasional di Asia & Pasifik.

Pengelolaan Lokal Kawasan Laut (PLKL) Indonesia yang dikenal dengan LMMA Indonesia dibentuk pada tahun 2002, untuk bekerja bersama masyarakat dalam mengatasi masalah penurunan jumlah, ukuran dan keragaman jenis biota, serta mendorong hak masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya laut desa/kampung dan bermitra dengan pegiat konservasi, pemerintah daerah dan akademisi

VISI

Masyarakat di Indonesia Timur secara aktif dan berkelanjutan mengelola sumber daya laut dengan cara yang tepat sesuai kondisi lokal. Pengelolaan aktif ini juga mempertimbangkan ancaman jangka panjang seperti perubahan iklim, sehingga masyarakat dapat memperbaiki kondisi sumber daya laut dan pesisir dan membangun ketahanan sosial dan ekonomi mereka

MISI

Masyarakat di Indonesia Timur secara aktif dan berkelanjutan mengelola sumber daya laut dengan cara yang tepat sesuai kondisi lokal. Pengelolaan aktif ini juga mempertimbangkan ancaman jangka panjang seperti perubahan iklim, sehingga masyarakat dapat memperbaiki kondisi sumber daya laut dan pesisir dan membangun ketahanan sosial dan ekonomi mereka

Tanpa ekosistem laut yang sehat, masyarakat pesisir tidak dapat menjamin mata pencaharian jangka panjang mereka. Lewat penetapan perairan lokal sebagai PLKL, masyarakat menyisihkan sebagian wilayah untuk pemulihan cadangan ikan (zona larangan tangkap) dan sebagian wilayah lain untuk penangkapan ikan yang dikelola secara berkelanjutan. Ukuran luas, lokasi, dan cara pengelolaan masing-masing PLKL disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masyarakat, karakteristik kawasan dan ancaman yang dihadapinya. Misalnya, suatu kawasan mungkin memiliki potensi besar untuk wisata bahari sementara terumbu karangnya perlu dipulihkan dari praktik penangkapan ikan yang merusak, sehingga memerlukan kombinasi zona pemanfaatan wisata berkelanjutan dan zona larangan tangkap. Akibatnya, tidak ada pendekatan “satu cara cocok untuk semua” untuk PLKL, meskipun desain kawasan lindung ini mematuhi prinsip-prinsip inti, seperti: kepemilikan dan pengelolaan PLKL tetap berada di tingkat masyarakat, terlepas dari pihak mana yang memulai proses pengelolaannya.

ILMMA bekerja secara holistik dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip konservasi, pendidikan lingkungan, kebijakan pengelolaan sumber daya alam, dan mata pencaharian yang berkelanjutan. Terlepas dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, kami memastikan bahwa masyarakat adalah ‘pemilik’ dalam setiap tahapan prosesnya.

Landasan dari pendekatan kami adalah pengakuan atas hak dasar masyarakat untuk mengakses, memanfaatkan, dan melindungi sumber daya alam bagi keuntungan mereka sendiri. Ini adalah bentuk pengakuan bagi masyarakat untuk memutuskan bagaimana sumber daya alam mereka dikelola dan bagaimana memperkuat praktik-praktik tradisional seperti sasi, sasisen, sami, hawear, tiyatiki atau tiyaitikete untuk memandu keputusan pengelolaan lokal. Pendekatan PLKL membantu melestarikan dan merevitalisasi tradisi-tradisi ini, menggabungkannya dengan praktik-praktik konservasi modern. Selain itu, dengan memanfaatkan keahlian lokal dan mengurangi kebutuhan ahli teknis, sehingga pekerjaan kami relatif lebih hemat dalam pembiayaan.

Agar pendekatan ini berhasil, staf kami tinggal bersama masyarakat di berbagai tempat di Indonesia Timur dan mengembangkan solusi yang disesuaikan dengan konteks khusus mereka. Dengan demikian, hubungan dan pengetahuan kami tentang masyarakat bertumbuh sehingga pendekatan kami menjadi inklusif dalam hal gender, status sosial, dan usia. Meskipun memakan waktu lebih lama, pendekatan konsultatif ini membantu membangun landasan yang kokoh bagi PLKL untuk berhasil dan memastikan bahwa setiap orang dalam masyarakat dapat berpartisipasi dan belajar.

Pengalaman dalam menciptakan PLKL ini perlu disebarluaskan, dan inilah mengapa kami memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat untuk berbagi manfaat dan kesuksesan mereka dengan desa-desa lain. Hal ini tidak hanya membantu desa belajar lebih cepat, tetapi juga menumbuhkan rasa solidaritas karena berbagi perjuangan dan aspirasi yang sama diantara mereka.

Di ILMMA, jangkauan kami tidak terbatas pada desa-desa pesisir di Indonesia Timur. Untuk memberikan dampak di luar skala desa, kami juga mengadvokasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat di tingkat nasional dan daerah dan bekerja sama dengan organisasi lain jika diperlukan.

Pencapaian kami adalah bukti kekuatan gerakan kami, dan khususnya semangat dan tekad masyarakat yang bekerja sama dengan kami. Sejak didirikan, kami telah memfasilitasi penetapan lebih dari 350 PLKL lebih dari 1.000.000 hektar kawasan laut, di mana 11.330 hektar di antaranya merupakan zona larangan tangkap yang telah dipetakan dan diakui oleh pemerintah daerah.

Saat ekosistem dan populasi ikan pulih di PLKL, masyarakat lokal mendapat manfaat dari pasokan makanan laut yang dapat diandalkan. Data yang dikumpulkan dari ratusan kelompok masyarakat yang bekerja sama dengan kami menunjukkan gambaran berikut: biasanya, saat suatu wilayah ditutup untuk penangkapan ikan, keragaman cadangan ikan akan meningkat dan berlimpah. Perbaikan ini juga terjadi karena ekosistem laut penting seperti bakau, lamun, dan terumbu karang mampu pulih dari eksploitasi dan mendukung cadangan ikan yang lebih sehat.

Hasil kerja ILMMA selain berdampak positif terhadap sumber daya dan ekosistem laut, juga menimbulkan perubahan perilaku penduduk desa tempat kami bekerja. Misalnya, mereka lebih berani untuk berbicara tentang hak mereka atas sumber daya laut mereka dan mengambil sikap.

Bertahun-tahun setelah PLKL ini dilaksanakan dengan pendampingan kami, terbukti banyak yang masih dikelola oleh masyarakat di bawah peraturan desa – termasuk beberapa yang diinisiasi sejak 20 tahun lalu. Warisan ini banyak dipengaruhi kemitraan yang telah kami jalin dengan para pelaku konservasi lokal, pemimpin-pemimpin di pemerintah daerah, dan akademisi yang memiliki semangat dan komitmen yang sama untuk memberdayakan masyarakat lokal di Indonesia Timur.

Melihat ke depan, kami menghadapi tantangan yang besar. Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), tempat kami berada, adalah rumah bagi keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, tetapi keberadaannya juga dalam ancaman. Penebangan, penambangan, polusi plastik, kegiatan komersialisasi laut berskala besar, dan penangkapan ikan berlebihan melemahkan kesehatan ekosistem laut dan membahayakan kesejahteraan masyarakat.

ILMMA memiliki tujuan yang ambisius. Pada tahun 2025, kami menargetkan menjangkau 500 desa pesisir dan dimana 400 desa didampingi untuk membantu mereka mengelola 1 juta hektar wilayah laut secara berkelanjutan. Kami tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi kami terinspirasi oleh kebanggaan masyarakat setempat dan potensi masa depan di mana laut tumbuh subur dan masyarakat sejahtera dengan bermartabat. Dalam visi kita, masyarakat Indonesia Timur dapat menangkap ikan dalam jumlah yang cukup secara berkelanjutan, lebih dekat dengan rumah mereka, untuk memenuhi kebutuhan mereka saat ini dan di masa depan.